Hukum dan dalil berdiri pada saat mahallul qiyam ketika membaca maulid

 


Maulid adalah salah satu jenis rawi yang berisi hikayat mengenai sejarah hidup Rasulullah mulai dari sebelum kelahiran hingga beliau wafat. Pada bagian yang menceritakan kelahiran beliau , orang-orang akan berdiri lalu melantunkan shalawat untuk Rasulullah . Bagian ini biasanya disebut mahallul qiyam.

Tidak ada dalil, baik dari Al-Qur’an maupun hadis yang secara langsung memerintahkan atau menganjurkan untuk berdiri saat membaca mahallul qiyam.

Namun, Rasulullah pernah menunjukkan sikap menghormati orang lain dengan berdiri. Saat itu, Sahabat Saad bin Muadz ra. datang ke masjid. Sebagai pimpinan kaum, Rasulullah meminta para jamaah menyambutnya dan berkata:


قُومُوا إِلَى خَيْرِكُمْ أَوْ سَيِّدِكُمْ

Berdirilah untuk menyambut pemimpin kalian

[HR. Bukhari no. 3804].

Jika seorang sahabat yang menghormati Rasulullah saja disambut kedatangannya, maka Rasulullah tentu lebih berhak untuk diperlakukan demikian.


Hal ini adalah kebiasaan masyarakat Arab yang bertujuan menghormati dan mengagungkan kelahiran Rasulullah ..


Sebenarnya, tradisi ini sudah ratusan tahun lalu telah dilakukan dan dibahas oleh para ulama. Sayyid Abu Bakar Utsman bin Muhammad Zainal Abidin Syatha al-Dimyathi al-Bakri atau masyhur dengan Sayyid Abu Bakar Syatha (lahir tahun 1266 H/1849 M) secara spesifik membahas hal ini dalam kitabnya, I'anah At-Tholibin sebagai berikut.

جرت العادة بأنه إذا ساق الوعاظ مولده ﷺ وذكروا وضع أمه له قام الناس عند ذلك تعظيما له ﷺ وهذا القيام بدعة حسنة لما فيه من إظهار السرور والتعظيم له ﷺ بل مستحبة لم غلب عليه الحب والإجلال لهذا النبي الكريم عليه أفضل لصلاة وأتم التسليم.


Artinya, “Sudah menjadi tradisi bahwa ketika mendengar kelahiran Nabi Muhammad disebut-sebut, orang-orang akan berdiri sebagai bentuk penghormatan bagi rasul akhir zaman. Berdiri seperti itu didasarkan pada istihsan (anggapan baik) sebagai bentuk penghormatan bagi Rasulullah . Hal ini dilakukan banyak ulama terkemuka panutan umat Islam. Al-Halabi dalam Sirah-nya mengutip sejumlah ulama yang menceritakan bahwa ketika majelis Imam As-Subki dihadiri para ulama di zamannya,  Imam As-Subki membaca syair pujian untuk Rasulullah dengan suara lantang, ‘Sedikit pujian untuk Rasulullah oleh tinta emas//di atas mata uang dibanding goresan indah di buku-buku Orang-orang mulia terkemuka bangkit saat mendengar namanya//berdiri berbaris atau bersimpuh di atas lutut’ Selesai membaca syair Imam As-Subki berdiri yang kemudian diikuti oleh para ulama yang hadir. Kebahagiaan muncul di majelis tersebut dan
maulid Rasulullah diperingati di dalamnya. Pertemuan umat Islam demi kelahiran Rasulullah juga didasarkan pada istihsan,”

[Lihat Sayid Bakri bin Sayid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, I‘anatut Thalibin, Darul Fikr, Beirut, Libanon, tahun 2005 M/1425-1426 H, juz III, halaman 414].

Senada dengan Syaikh Abu Bakar Syatha yang mengatakan hal itu dianggap baik, Syaikh Yusuf An Nabhani menjelaskan dalam Kitab Karyanya, Jawahirul Bihar yang di dalamnya memuat keutamaan-keutamaan Nabi Muhammad, jika berdiri saat kisah kelahiran Nabi Muhammad bisa dianggap sunnah.


جرت العادة بأنه إذا ساق الوعاظ مولده وذكروا وضع أمه له قام الناس عند ذلك تعظيما له وهذا القيام بدعة حسنة لما فيه من إظهار السرور والتعظيم له بل مستحبة لم غلب عليه الحب والإجلال لهذا النبي الكريم عليه أفضل لصلاة وأتم التسليم.


Artinya: Telah menjadi tradisi, saat para penasehat menghaturkan bacaan Maulid Nabi , saat sampai pada kisah Ibu Nabi melahirkan Nabi, orang-orang berdiri untuk memberikan penghormatan, berdiri semacam ini bidah hasanah karena di dalamnya menampakkan kebahagiaan dan pengagungan pada Nabi , bahkan dapat tergolong sunah saat dilakukan dengan penuh rasa suka cita dan pengagungan


এই পোস্টটি পরিচিতদের সাথে শেয়ার করুন

পরবর্তী পোস্ট দেখুন